Secara umum, homeschooling merupakan kegiatan belajar yang dilakukan di luar pendidikan atau sekolah formal (baik swasta maupun negeri). Menurut Peraturan Menteri Pendidikan No. 129 Tahun 2014 mengenai Sekolah Rumah, homeschooling adalah proses layanan pendidikan yang dilakukan secara sadar dan terencana oleh keluarga rumah, orang tua atau tempat tertentu yang suasananya kondusif.
Dalam aturan yang sama juga disebutkan bahwa homeschooling diakui sebagai pendidikan nonformal yang berbentuk PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat). Selama anak yang menempuh pendidikan homeschooling mengikuti ujian sesuai standar nasional dan lulus, maka dia dianggap setara dengan lulusan sekolah formal.
Karena sifatnya adalah alternatif, proses belajar di homeschooling pun berbeda. Anak-anak dibebaskan untuk belajar dan berkreasi sesuai dengan preferensi mereka masing-masing. Guru hanya bertugas sebagai fasilitator dalam proses belajar. Anak bisa belajar dari mana saja. Di rumah, di taman, di pasar. Homeschooling pada dasarnya berfokus pada kebutuhan anak. Ini juga berpengaruh pada kurikulum yang digunakan karena didesain pada kondisi yang berbeda.
Bagaimana Minat Masyarakat terhadap Homeschooling Saat Ini?
Banyak orang tua yang mungkin baru merasa familier dengan homeschooling saat pandemi melanda. Namun sebenarnya, keberadaan homeschooling mulai menggeliat pesat di tahun 2003 silam saat pemerintah mengeluarkan UU 20/2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Adanya undang-undang tersebut menyatakan bahwa homeschooling adalah sistem pendidikan yang legal dan diakui di Indonesia.
Apabila kita melihat tren pencarian di Google, selama tahun 2020 terjadi peningkatan pesat pencarian ‘homeschooling’, terlebih saat awal tahun ajaran baru. Yogyakarta yang selama ini dijuluki sebagai kota pelajar, menjadi kota teratas yang menunjukkan minat besar pada homeschooling. Sementara itu, pencarian kueri juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan lebih dari 100% pada nama-nama PKBM yang menyediakan metode homeschooling. Hal ini menjadi bukti bahwa semakin banyak orang tua yang memilih homeschooling sebagai alternatif selain pendidikan sekolah formal.
Sebelum memilih homeschooling sebagai opsi pendidikan untuk anak, Anda mungkin bertanya-tanya tentang kurikulum homeschooling. Apa kurikulum yang diterapkan dan bagaimana cara penyusunannya? Mari simak dalam pembahasan berikutnya!
Baru-baru ini, pemerintah mengeluarkan Kurikulum Merdeka Belajar sebagai kurikulum yang digunakan saat ini dalam sistem pendidikan formal di Indonesia. Kurikulum ini diluncurkan secara resmi oleh Nadiem Makarim selaku Mendikbudristek pada bulan Februari tahun 2022 lalu. Kurikulum tersebut merupakan bentuk evaluasi dari Kurikulum 2013 yang digunakan sebelumnya. Apa sebenarnya kurikulum itu?
Dari segi etimologi, kurikulum berasal dari kata curir yang dalam bahasa Yunani artinya berlari dan curere yang artinya tempat berpacu. Dulu, curir dan curere dipakai dalam dunia olahraga. Jika diartikan secara istilah, curir atau curere merupakan jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari awal garis start sampai ke garis finish. Kurikulum kemudian mulai mengalami perubahan arti dan dipakai dalam dunia pendidikan sampai saat ini.
Menurut Nasution (1993), kurikulum dapat didefinisikan sebagai program terencana yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Namun, ada juga yang berpendapat kalau kurikulum tidak hanya dipakai untuk hal-hal yang sifatnya terencana saja melainkan juga hal-hal yang di luar rencana (The Hidden Curriculum).
Dalam sistem pendidikan, adanya kurikulum berguna untuk menilai kemampuan diri peserta didik dan konsumsi pendidikan. Kurikulum juga berhubungan dengan pengejaran target yang membuat anak didik bisa dengan mudah memahami berbagai materi yang disampaikan.
Bagi tenaga pendidik, kurikulum berfungsi sebagai acuan untuk menerapkan kegiatan belajar mengajar. Singkatnya, ini adalah pedoman kerja bagi para guru agar tujuan pembelajaran yang sudah dirancang bisa tercapai.
Jika sekolah formal sudah memiliki standar kurikulum yang berlaku dan digunakan secara luas, tidak demikian dengan homeschooling. Sampai saat ini, belum ada aturan dan standar khusus untuk kurikulum homeschooling. Pada praktiknya, masing-masing penyelenggara bisa memiliki dan menggunakan kurikulum yang berbeda-beda.
Sifat kurikulum homeschooling adalah customized artinya bisa disesuaikan. Artinya, masing-masing penyelenggara boleh menentukan pilihan sendiri terkait kurikulum tergantung dengan minat dan kebutuhan masing-masing peserta didik. Jadi, tidak ada satu keluarga yang menggunakan model homeschooling yang sama.
Jika dilihat dari metodenya, terdapat beragam model teoretis yang dipakai dalam pembelajaran dengan sistem homeschooling. Ada yang sifatnya unschooling (tidak terstruktur) dan ada juga yang sifatnya school-at-home (mirip dengan sekolah formal). Tidak heran jika Anda menemukan ada homeschooling yang menggunakan model Charlotte Mason, Unit Study, Classical dan Montessori.
Selama tidak melanggar hukum, metode apa pun bisa dipakai karena orang tualah yang paling memahami kebutuhan anak-anaknya. Jika keluarga menginginkan kurikulum sesuai dengan acuan yang dipakai sekolah nasional (misalnya kurikulum Cambridge IGCSE yang diaplikasikan di beberapa sekolah berstandar internasional di Indonesia), maka hal itu sah-sah saja.
Apabila orang tua menginginkan pendidikan anaknya bersekolah dengan mengacu pada kurikulum luar negeri, ada beragam opsi yang bisa diambil. Ada kurikulum per mata pelajaran, ada juga kurikulum yang mencakup semua mata pelajaran.
Sebaliknya, jika kurikulumnya tetap ingin mengacu pada kurikulum yang berlaku secara nasional, orang tua bisa melihat kurikulum yang dipakai saat ini di sekolah-sekolah di dalam negeri.
Namun perlu digarisbawahi bahwa apa pun kurikulum yang dipakai, anak didik tetap bisa melakukan pembelajaran sesuai dengan preferensi masing-masing. Keluarga atau penyelenggara homeschooling boleh berkreasi dengan cara belajar, menentukan sendiri jenis buku yang ingin digunakan, waktu belajar, tempat belajar dan lain sebagainya.
Lantas, bagaimana bisa peserta didik homeschooling menjadi setara dengan anak-anak yang menempuh pendidikan sekolah formal? Caranya adalah dengan mengikutsertakan anak dalam ujian kesetaraan (Paket A, B dan C). Adapun materinya sesuai dengan kurikulum dan materi yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Jadi pada dasarnya, selain materi yang akan diujikan untuk program penyetaraan, anak-anak homeschooler –anak-anak yang menempuh pendidikan lewat homeschooling tetap memiliki kebebasan penuh memilih materi yang sesuai dengan minat dan preferensinya.
Ada beberapa jenis kurikulum yang bisa dijadikan rujukan oleh orang tua maupun PKBM yang menyelenggarakan pendidikan homeschooling. Kurikulum-kurikulum tersebut antara lain adalah:
Seperti namanya, kurikulum ini dibuat dengan mata pelajaran terpisah satu sama lain. Setiap mata pelajaran seolah terkesan bukan satu kesatuan. Ini bisa kita temukan pada sistem pendidikan di Indonesia yang memisahkan antara mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, Bahasa Indonesia dan lain sebagainya.
Ciri utama dari separated subject curriculum adalah bahan pembelajaran yang disajikan secara sistematis dan organisasi kurikulum dibuat dengan sederhana. Separated subject curriculum adalah salah satu kurikulum kuno yang diterapkan di dunia pendidikan.
Dalam correlated curriculum, beberapa mata pelajaran yang ada dikaitkan satu sama lain sehingga saling berkorelasi dan membentuk cakupan ruang lingkup yang lebih luas. Musalnya saja ketika anak belajar agama mengenai anjuran berbuat baik kepada tetangga, dapat dihubungkan dengan materi pelajaran PKn mengenai tenggang rasa atau saling tolong menolong antar manusia.
Contoh lain adalah mempelajari materi Biologi dengan menggunakan bahasa Inggris. Jadi selain belajar tentang Biologi, siswa juga bisa sekalian memperdalam pengetahuannya dalam berbahasa Inggris.
Menurut Hilda Taba, broad fields curriculum merupakan upaya peningkatan kurikulum dengan cara memadukan beberapa mata pelajaran menjadi satu. Misalnya saja Matematika, Biologi, Kimia dan Fisika menjadi IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan menggabungkan Sejarah, Sosiologi, Ekonomi dan Antropologi menjadi pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial).
Disebut juga dengan kurikulum terpadu, ini adalah hasil integrasi materi dari beberapa mata belajaran. Integrasi dilakukan dengan cara memusatkan pelajaran pada suatu masalah yang solusinya membutuhkan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu.
Misalnya belajar eksperimen membuat xylophone dari botol kaca bekas. Selain mengetahui bagaimana cara kerja suara pada botol yang kosong dan berisi, anak juga bisa sekalian mempelajari musik.
Contoh lainnya adalah melakukan kunjungan ke museum. Selain memperkaya anak dengan pengetahuan seputar sejarah, memintanya menceritakan kembali kunjungan tersebut akan membantunya memperdalam kemampuan berbahasa Indonesia (atau bahasa Inggris jika tulisan dibuat dengan bahasa asing).
Pengembangan Kurikulum Homeschooling
Pada dasarnya, pengembangan kurikulum adalah pengembangan berbagai komponen yang membentuk kurikulum itu sendiri. Komponen tersebut mencakup metode, tujuan, bahan, pendidik, peserta didik, sumber belajar, media dan lain sebagainya.
Kadang, peserta didik memperoleh pelajaran yang tidak direncanakan sebelumnya. Misalnya saja ketika ia berusaha mengembangkan sendiri metode belajar yang memungkinkannya untuk memperoleh pemahaman pada materi yang sedang dipelajari (di luar apa yang sudah direncanakan dalam kurikulum). Peserta didik juga bisa mempelajari hal yang sama selama berminggu-minggu atau dalam waktu yang justru lebih singkat dari yang seharusnya. Selama itu memberinya pemahaman sesuai yang diinginkannya, maka itu tidak masalah.
Dalam homeschooling, hidden curriculum semacam ini memang cenderung lebih sering terjadi daripada di sekolah formal. Sebab, homeschooler memiliki kebebasan lebih dalam berekspresi dibandingkan anak didik sekolah formal.
Dalam pengembangan kurikulum, ada berbagai prinsip yang digunakan. Syaodih Sukmadinata (1997) membagi prinsip ini ke dalam 2 kelompok utama yakni:
Sementara itu, Asep Hermawan dkk (2002) menyebutkan bahwa ada setidaknya 5 prinsip dalam pengembangan kurikulum yakni:
Dalam aktivitas pembelajaran homeschooling, kurikulum yang dibuat mengacu pada kurikulum humanistik. Kurikulum ini dirancang dikembangkan oleh pakar pendidikan humanistik. Dalam kurikulum ini, manusia (dalam hal ini anak didik) adalah pusat atau inti utama.
Para ahli kurikulum humanistik berpendapat bahwa jika pendidikan mampu mengembangkan kebutuhan, minat dan bakat setiap individu, maka siswa akan rela dan mampu secara cerdas bekerja sama satu sama lain untuk melaksanakan kebaikan. Ini akan membentuk masyarakat yang bebas dan universal akan kepentingan bersama, alih-alih punya kepentingan yang salam bertentangan.
Kurikulum humanistik dibuat berdasarkan keyakinan bahwa pendidikan yang baik bagi seseorang seharusnya juga baik untuk kesejahteraan bangsa. Di sini, siswa tidak dianggap sebagai individu pasif yang hanya menerima masukan atau pembelajaran. Siswa adalah individu yang mampu membuat pilihan sendiri.
Untuk merancang kurikulum humanistik, kita harus fokus pada pertanyaan, “Apa arti kurikulum bagi pelajar?” Pemahaman, aktualisasi diri serta pembinaan terhadap kesejahteraan fisik dan emosional serta keterampilan intelektual yang dibutuhkan untuk penilaian independen menjadi fokus utama dari kurikulum humanistik.
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan. Berdasarkan kerangka pendekatan kontekstual dan sistemik, ada setidaknya 5 model pendekatan untuk mengembangkan kurikulum.
Dari uraian di atas bisa kita simpulkan bahwa tidak ada standarisasi khusus mengenai kurikulum homeschooling. Semuanya bersifat customized atau bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan minat anak. Tanggung jawab dalam pengembangan kurikulum berada di tangan orang tua, pendamping belajar dan anak yang mengikuti homeschooling itu sendiri.
Flexi Homeschooling sebagai salah satu penyedia metode pendidikan homeschooling berpengalaman di Indonesia, siap menyelenggarakan pendidikan berbasis customized curriculum yang ramah anak serta sesuai dengan potensi dan minat masing-masing anak.
Sekolah bekerja sama dengan siswa dan guru bersama-sama saling berkolaborasi untuk mencapai tujuan pembelajaran lewat Agile Education (pendidikan yang bersifat lincah dan cekatan). Harapannya siswa dapat tumbuh menjadi individu adaptif yang siap menghadapi berbagai perubahan di masa depan.
Kirim Sekarang