0812 1035 6374 info@flexi.sch.id

Framework Scrum untuk Proyek Minat Bakat Flexi School (SMP & SMA)

Oleh

FS

Bagian 1. Pendahuluan

Menumbuhkan Anak Lewat Proyek Minat: Bukan Tambahan, Tapi Jantung Pembelajaran

Di Flexi School, proyek minat bakat bukanlah kegiatan tambahan atau pengisi waktu luang. Proyek ini adalah salah satu inti dari proses pembelajaran, di mana siswa tidak hanya belajar materi, tapi juga belajar mengenali dirinya, mengelola proses, bekerja dalam tim, berpikir kreatif, dan menyelesaikan sesuatu dari awal hingga akhir.

Untuk membantu siswa menjalankan proyek ini secara terstruktur, reflektif, dan berkelanjutan, Flexi School menggunakan Scrum Framework, sebuah kerangka kerja manajemen proyek yang awalnya dikembangkan di dunia kerja dan teknologi, namun kini diadaptasi ke dunia pendidikan, termasuk untuk anak-anak usia SMP dan SMA.

Scrum dipilih karena:

  • Sederhana dan fleksibel
  • Terfokus pada tim dan kolaborasi
  • Berorientasi pada proses belajar yang hidup, bukan sekadar hasil akhir
  • Mendukung refleksi, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan

Mengapa Perlu Kerangka (Framework) dalam Proyek?

Anak-anak membutuhkan panduan yang ringkas, jelas, dan memberi arah, namun tetap memberi mereka ruang untuk memilih dan bereksplorasi. Tanpa struktur, proyek bisa jadi membingungkan. Namun jika terlalu kaku, proyek kehilangan semangat personalisasi dan kreativitas. Di sinilah framework seperti Scrum dan PDCA hadir sebagai alat bantu.

Mengenal Framework Lain: PDCA vs SCRUM

Selain Scrum, banyak sekolah atau organisasi juga menggunakan pendekatan PDCA (Plan – Do – Check – Act) untuk mengelola proyek.

AspekPDCAScrum
BentukSiklus empat langkah: Plan, Do, Check, ActIteratif, bertahap melalui Sprint
FokusKontrol mutu, stabilitas prosesKolaborasi tim, inspeksi & adaptasi
PeranTidak secara eksplisit membagi peranJelas: Product Owner, Scrum Master, Team
Cocok untukProyek linear dan teknisProyek kreatif dan dinamis
FleksibilitasKurang fleksibel di perubahan mendadakSangat adaptif terhadap perubahan
EvaluasiDilakukan di akhir prosesDilakukan secara berkala di setiap Sprint

Mengapa Flexi School Memilih Scrum?

Flexi School memilih Scrum karena framework ini:

  • Lebih cocok untuk remaja, karena berbasis kolaborasi dan proses reflektif
  • Memberikan ruang eksplorasi dan kreativitas yang tinggi
  • Mendorong siswa untuk belajar dari kesalahan tanpa takut gagal
  • Menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemilikan atas proyek mereka sendiri
  • Tidak terlalu teoritis, namun mudah diterapkan lewat rutinitas mingguan (Sprint)

Dengan Scrum, setiap siswa menjadi bagian dari tim belajar yang nyata. Mereka tidak hanya mengerjakan tugas untuk nilai, tetapi menyusun ide, memilih jalan, memecahkan masalah, dan membagikan hasilnya kepada publik dalam bentuk pameran proyek (Project Exhibition).

Apa yang Akan Dibahas dalam Panduan Ini?

Panduan ini ditulis untuk:

  • Siswa SMP & SMA yang akan menjalankan proyek minat
  • Fasilitator, tutor, dan orang tua yang mendampingi proses
  • Sekolah yang ingin mengadopsi project-based learning dengan sistem hidup

Di bagian-bagian selanjutnya, kamu akan menemukan:

  • Penjelasan sederhana tentang Scrum dan komponennya
  • Nilai-nilai yang penting dalam bekerja tim
  • Langkah demi langkah menjalankan proyek minat
  • Contoh nyata proyek siswa
  • Tips bagi orang tua dan fasilitator agar tidak overkontrol, tapi tetap mendukung

Panduan ini bukan buku teori. Tapi petunjuk agar setiap anak bisa berkata:

“Aku tahu apa yang kusuka. Dan aku tahu bagaimana memulainya.”


Bagian 2. Pengantar Scrum untuk Sekolah dan Siswa

Belajar Lewat Proyek, Bukan Lewat Ceramah

Setelah memahami bahwa proyek minat adalah jantung dari pembelajaran di Flexi School, kini saatnya mengenal Scrum sebagai alat bantu agar proyek itu berjalan dengan arah dan struktur yang jelas. Tapi, jangan bayangkan Scrum seperti aturan kaku. Scrum adalah cara kerja yang dinamis dan menyenangkan. Apalagi kalau kamu suka bekerja bareng teman, diskusi ide, dan melihat hasil karyamu jadi nyata.

Apa Itu Scrum?

Scrum adalah cara berpikir dan bekerja dalam tim untuk menyelesaikan proyek secara bertahap (disebut Sprint), sambil terus melakukan evaluasi dan perbaikan di setiap tahap.

Awalnya Scrum digunakan dalam dunia teknologi dan bisnis. Tapi saat ini, beberapa sekolah di dunia mulai menggunakannya untuk mendukung project-based learning. Kenapa? Karena Scrum:

  • Menghargai kerja tim
  • Mendorong refleksi
  • Fleksibel terhadap perubahan
  • Cocok untuk proyek kreatif anak muda

Mengapa Scrum Cocok untuk Sekolah?

Bayangkan kamu sedang membuat proyek: membuat podcast, film pendek, bisnis kecil, buku digital, atau bahkan membuat kampanye sosial. Semua proyek ini tidak bisa langsung jadi. Perlu waktu, kerja tim, dan refleksi. Nah, Scrum mengajak kamu membagi proyek besar jadi bagian kecil yang bisa dikerjakan minggu demi minggu. Kamu bisa mencoba, gagal, perbaiki, dan coba lagi. Ini mirip seperti cara manusia belajar: mencoba–gagal–belajar–tumbuh.

Analogi Sederhana:

Scrum itu seperti memasak bareng teman

Bayangkan kamu dan tim ingin buka usaha kecil jualan makanan sehat. Tapi belum tahu resep yang pas. Daripada langsung masak dalam jumlah besar dan gagal, kamu:

  1. Coba dulu satu resep (Sprint 1)
  2. Cicipi dan evaluasi (Review)
  3. Dengar masukan teman (Retrospective)
  4. Ubah resepnya dikit, coba lagi (Sprint berikutnya)

Begitulah Scrum berjalan: kamu tidak dituntut sempurna dari awal, tapi ditantang untuk tumbuh dan terus belajar.

Scrum vs Sekolah Konvensional

Sekolah KonvensionalFlexi School dengan Scrum
Belajar untuk ujianBelajar untuk karya nyata
Fokus pada nilai akhirFokus pada proses dan refleksi
Siswa pasif menerimaSiswa aktif menentukan arah
Guru mengatur semuaTim merencanakan sendiri
Evaluasi di akhir semesterEvaluasi mingguan dan bertahap

Tujuan Siswa Menerapkan Scrum

Dengan Scrum, kamu sebagai siswa akan:

  • Belajar mengenali apa yang kamu suka
  • Belajar bertanggung jawab dan bekerja sama
  • Belajar mengatur waktu dan prioritas
  • Belajar menyampaikan ide dan menerima masukan
  • Belajar menyelesaikan proyek dari awal hingga akhir

Dan semua ini kamu pelajari bukan dari ceramah panjang, tapi dari pengalaman langsung menjalankan proyekmu sendiri.

Siapa yang Cocok Menggunakan Scrum?

  • Siswa SMP & SMA: yang sedang mencari jati diri dan minat
  • Fasilitator & Tutor: yang ingin menjadi pendamping, bukan pemaksa
  • Orang Tua: yang ingin anaknya bertumbuh, bukan hanya mendapat nilai

Scrum bukan hanya kerangka kerja, tapi sebuah cara berpikir:

“Apa yang bisa kita lakukan bersama minggu ini, dan bagaimana kita bisa membuatnya lebih baik minggu depan?”


Bagian 3. Nilai-Nilai (Values) dalam Scrum untuk Sekolah

Karena Proyek yang Baik Dimulai dari Sikap yang Benar

Sebuah proyek bukan hanya tentang menyelesaikan tugas dan menghasilkan karya. Lebih dari itu, proyek adalah cara untuk menumbuhkan karakter, cara berpikir, dan sikap yang akan dibawa siswa dalam kehidupan nyata. Dalam Scrum, ada lima nilai utama yang menjadi dasar dari semua prosesnya. Nilai-nilai inilah yang membedakan Scrum dari sekadar “kerja kelompok biasa”.

🌱 1. Komitmen (Commitment)

“Kalau sudah mulai, selesaikan. Kalau sudah janji, tepati.”

Dalam tim proyek, setiap orang punya peran. Tanpa komitmen, tugas akan terbengkalai dan tim jadi tidak berjalan. Di Scrum, komitmen bukan tentang sempurna, tapi tentang mau menyelesaikan semampunya, dengan serius.

Di sekolah:

  • Siswa belajar bertanggung jawab terhadap peran dalam tim
  • Tidak mudah menyerah saat proyek menemui hambatan
  • Menjaga kesepakatan yang telah dibuat bersama tim

🤝 2. Saling Menghargai (Respect)

“Aku menghargai idemu, kamu menghargai usahaku.”

Proyek yang baik lahir dari kerja sama, bukan saling menekan. Dalam Scrum, anggota tim menghargai setiap pendapat, gaya kerja, dan kemampuan masing-masing. Tidak semua harus seragam, tapi semua dihargai.

Di sekolah:

  • Siswa belajar mendengarkan teman, bukan memaksakan pendapat
  • Tidak menghakimi teman yang gagal, tapi membantu
  • Fasilitator juga menunjukkan sikap hormat, bukan otoriter

🧭 3. Fokus (Focus)

“Banyak ide itu bagus, tapi kita harus fokus ke yang penting dulu.”

Scrum mengajarkan untuk mengerjakan yang paling penting dan paling berdampak. Setiap minggu (Sprint), siswa hanya fokus pada satu bagian proyek, bukan semua sekaligus.

Di sekolah:

  • Siswa belajar menyusun prioritas
  • Tidak tergoda menyelesaikan yang “menyenangkan” tapi tidak penting
  • Tidak multitasking berlebihan yang membuat hasil jadi dangkal

🧠 4. Keterbukaan (Openness)

“Aku terbuka menerima masukan dan jujur dengan kesulitanku.”

Keterbukaan bukan hanya soal ide, tapi juga soal mengakui kalau ada kesulitan atau kegagalan. Dalam Scrum, semua anggota tim saling terbuka agar bisa saling membantu.

Di sekolah:

  • Siswa merasa aman untuk jujur ketika belum mengerti atau salah
  • Proses refleksi dilakukan secara terbuka, bukan saling menyalahkan
  • Orang tua dan fasilitator juga terbuka terhadap proses belajar anak

💪 5. Berani (Courage)

“Berani mencoba, berani gagal, berani bangkit.”

Scrum bukan tentang proyek yang selalu sukses, tapi tentang berani melangkah. Di usia remaja, keberanian ini penting untuk tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan bertanggung jawab.

Di sekolah:

  • Siswa berani mempresentasikan proyeknya
  • Berani mengubah rencana saat dibutuhkan
  • Berani bertanya, berpendapat, dan mengakui kesalahan

Nilai-Nilai Ini Hidup Lewat Proyek

Di Flexi School, kelima nilai ini bukan sekadar teori yang ditempel di dinding kelas. Nilai-nilai ini dihidupkan lewat proses proyek minat, dari awal pemilihan ide hingga pameran karya. Bahkan di tengah kegagalan pun, nilai-nilai ini menjadi kompas moral agar siswa tidak kehilangan arah.

Fasilitator dan orang tua memiliki peran penting untuk:

  • Menjadi teladan dari nilai-nilai ini
  • Memberi ruang dan kepercayaan kepada siswa
  • Menghargai proses lebih dari hasil

Karena belajar yang sebenarnya adalah ketika anak menemukan nilai dalam setiap langkah yang mereka ambil.


Bagian 4. Peran dalam Scrum

Setiap Anak Punya Peran, dan Setiap Peran Punya Arti

Dalam Scrum, semua orang yang terlibat punya peran masing-masing. Ini bukan soal jabatan, tapi soal tanggung jawab dan saling melengkapi. Kalau dalam dunia kerja ada Product Owner, Scrum Master, dan Development Team. Maka dalam konteks sekolah, peran ini bisa diadaptasi sebagai berikut:

👤 1. Fasilitator Proyek (Product Owner Sekolah)

“Menjaga arah dan tujuan proyek”

  • Membantu siswa menyusun visi proyek yang jelas
  • Menentukan batasan proyek agar tetap realistis
  • Tidak mengatur isi proyek, tapi menjadi penjaga arah
  • Bisa menjadi guru, wali kelas, atau mentor

🧭 2. Pendamping Proyek / Coach (Scrum Master Sekolah)

“Menjaga agar proses berjalan sesuai nilai-nilai dan aturan main Scrum”

  • Mendorong refleksi dan pembelajaran proses
  • Mengingatkan tim soal waktu, Sprint, dan check-in
  • Menghapus hambatan (misal: konflik, bingung alat)
  • Bukan bos, tapi pengingat dan penyemangat

👧 3. Tim Proyek (Siswa) – Development Team

“Pemeran utama dari perjalanan belajar”

  • Memilih ide, membagi tugas, dan menyelesaikan proyek
  • Melakukan check-in harian, review, dan refleksi
  • Belajar dari kesalahan, memperbaiki proses sendiri
  • Tidak harus sempurna, yang penting bertumbuh

Setiap siswa dalam tim punya hak yang sama. Tidak ada “ketua proyek” yang mengatur semua, tapi semua anggota saling mendukung.

Elemen dan Kegiatan Utama dalam Scrum Sekolah

Belajar Jadi Seru Karena Punya Ritme dan Tujuan

Agar proyek berjalan terarah dan tidak melebar ke mana-mana, Scrum punya beberapa elemen dan kegiatan inti. Ini adalah bagian praktis yang bisa langsung diterapkan oleh tim siswa.

📌 1. Product Goal & Backlog

“Apa yang ingin kami capai, dan apa saja yang harus dilakukan?”

  • Product Goal: tujuan utama proyek (misal: membuat 3 episode podcast)
  • Backlog: daftar lengkap tugas-tugas (riset, naskah, rekaman, promosi, dst.)
  • Disusun awal proyek dan bisa terus diperbarui

🗓️ 2. Sprint

“Minggu ini kami fokus ke bagian ini saja dulu.”

  • Sprint: periode kerja pendek, 1–2 minggu
  • Setiap Sprint punya fokus kerja (misal: hanya naskah episode 1)
  • Membantu proyek terasa ringan dan tidak menumpuk di akhir

📋 3. Sprint Planning (Perencanaan Sprint)

“Kita mau ngerjain apa minggu ini, dan siapa kerjakan apa?”

  • Dilakukan di awal setiap Sprint
  • Siswa berdiskusi dan menentukan tugas masing-masing
  • Menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemilikan

🕒 4. Daily Scrum / Check-in Harian

“Hari ini aku ngerjain apa? Ada kendala nggak?”

  • Dilakukan 5–10 menit setiap hari
  • Menjawab 3 pertanyaan:
    1. Apa yang sudah aku kerjakan?
    2. Apa yang akan kukerjakan hari ini?
    3. Apa ada hambatan?

Check-in ini bisa informal, bahkan dilakukan sambil duduk santai atau lewat chat.

👀 5. Sprint Review (Uji Coba Hasil)

“Yuk kita lihat hasil Sprint ini, dan kasih masukan.”

  • Dilakukan di akhir Sprint
  • Hasil kerja ditunjukkan ke fasilitator, teman, atau orang tua
  • Dapat masukan agar proyek makin baik

🔁 6. Sprint Retrospective (Refleksi Proses)

“Apa yang berhasil minggu ini? Apa yang bisa lebih baik minggu depan?”

  • Sesi refleksi pribadi dan tim
  • Bisa dengan diskusi, lembar evaluasi, atau metode menyenangkan
  • Fokus bukan mencari siapa salah, tapi mencari cara agar tim tumbuh

Peran dan Kegiatan Ini Menghidupkan Nilai-Nilai Scrum

Semua kegiatan ini akan percuma jika tidak dijalani dengan semangat nilai-nilai Scrum: Komitmen, Fokus, Saling Menghargai, Keterbukaan, dan Berani. Ketika siswa terbiasa menjalankan kegiatan ini secara konsisten dan penuh kesadaran, mereka akan:

  • Mampu menyelesaikan proyek dengan arah yang jelas
  • Menjadi pembelajar mandiri dan bertanggung jawab
  • Siap menghadapi tantangan dengan refleksi, bukan panik

Bagian 5. Elemen dan Acara dalam Scrum Sekolah

Ritme, Struktur, dan Ruang Tumbuh dalam Setiap Proyek

Scrum bukan sekadar cara kerja, tapi irama hidup belajar yang membantu siswa agar tidak bingung, tidak melebar ke mana-mana, dan tidak kelelahan di akhir proyek. Dalam dunia kerja, Scrum dikenal memiliki beberapa artefak (elemen penting) dan events (acara rutin). Di Flexi School, semua ini disederhanakan dan disesuaikan agar relevan dengan usia dan dunia siswa.

A. Elemen Utama Scrum Sekolah

📍 1. Product Goal

“Apa tujuan besar proyek kami?”

Product Goal adalah tujuan akhir proyek. Ini yang menjadi bintang penunjuk arah. Biasanya disusun bersama fasilitator di awal proyek. Biasa kami menyebut DoD (Definition of Done), Contoh:

  • Membuat 3 episode podcast tentang mental health remaja
  • Membuat game edukatif untuk anak SD
  • Menyelenggarakan pameran seni terbuka untuk umum

Pada prakteknya DoD ini sangat jelas, biasa kami tambahkan dengan SMART Goal agar ada batas waktu dan jelas pencapaiannya.

📋 2. Product Backlog (To Do)

“Apa saja langkah dan tugas yang harus kami lakukan?”

Backlog adalah daftar semua pekerjaan yang dibutuhkan untuk mencapai goal. Siswa menuliskannya seperti daftar belanja ide. Contoh:

  • Riset topik
  • Wawancara narasumber
  • Menulis naskah
  • Merekam & mengedit
  • Membuat akun podcast

Backlog tidak harus sempurna di awal. Ia tumbuh seiring waktu.

📆 3. Sprint Backlog (Pelaksanaan To Do/ Progress)

“Tugas apa yang kami ambil minggu ini?”

Sprint Backlog adalah bagian dari Product Backlog yang dipilih untuk dikerjakan dalam satu minggu (Sprint). Ini membantu tim tetap fokus dan tidak kalap kerja.

B. Acara/ Kegiatan Utama dalam Scrum Sekolah

🛠️ 1. Sprint Planning

Dilakukan di awal setiap Sprint (biasanya hari Senin)

Tujuan:

  • Menentukan apa yang akan dikerjakan minggu ini
  • Membagi peran dan tanggung jawab
  • Memprediksi apa saja yang mungkin jadi tantangan

Siswa dan fasilitator berdiskusi ringan, menulis di papan atau sticky note, lalu sepakat siapa mengerjakan apa.

🔁 2. Daily Scrum / Check-in Harian

Dilakukan setiap hari (5–10 menit)

Siswa menjawab 3 pertanyaan:

  1. Apa yang sudah saya kerjakan sebelumnya?
  2. Apa yang saya kerjakan hari ini?
  3. Ada hambatan?

Check-in bisa dilakukan di pagi hari sebelum belajar, atau siang hari menjelang pulang. Bisa berbentuk lingkaran kecil, atau virtual jika sedang daring.

Tujuannya adalah memastikan semua anggota tim tetap terhubung dan bergerak bersama.

📣 3. Sprint Review

Dilakukan di akhir Sprint (biasanya hari Jumat)

Tujuan:

  • Menunjukkan hasil kerja tim selama seminggu
  • Mendapatkan masukan dari fasilitator, teman, atau bahkan orang tua

Sprint Review bukan acara mewah, cukup sederhana tapi bermakna:

  • Tim menunjukkan podcast yang sudah jadi
  • Tim presentasi poster digital yang dibuat
  • Tim menguji game edukasi buatan mereka

Fokusnya adalah apakah produk ini sesuai tujuan dan backlog?

🔍 4. Sprint Retrospective

Langkah penting yang sering dilupakan di sekolah biasa

Tujuan:

  • Merefleksikan proses kerja
  • Merayakan apa yang berhasil
  • Mengidentifikasi yang bisa diperbaiki minggu depan

Contoh pertanyaan Retrospektif:

  • Apa yang membuat kerja tim kita enak minggu ini?
  • Apa yang bikin kita sempat macet?
  • Apa yang ingin kita ubah minggu depan?

Refleksi bisa dilakukan lewat diskusi terbuka, menulis di kartu, atau metode fun seperti “emoji review”.

C. Pola Mingguan (Contoh Ritme Scrum Siswa Flexi School)

HariKegiatan
SelasaSprint Planning: Menyusun rencana minggu ini
Rabu – Sabtu (Dikerjakan di rumah)Daily Check-in + Kerja Proyek (Daily Scrum)
SeninSprint Review dan Sprint Retrospective

Untuk penjadwalan bisa fleksibel, tapi wajib ada ke 3 bagian kegiatan tersebut.

Scrum Bukan Soal Jadwal, Tapi Soal Kesadaran Bertumbuh

Semua elemen dan acara ini bukan aturan mati. Ia hidup karena diisi dengan:

  • Komitmen untuk menyelesaikan
  • Keterbukaan untuk belajar
  • Keberanian untuk mencoba

Proyek yang baik bukan hanya dinilai dari hasil akhirnya, tapi dari bagaimana prosesnya membentuk karakter dan cara berpikir siswa.


Bagian 6. Langkah-Langkah Praktis Penerapan Scrum untuk Proyek Minat

Dari Ide hingga Karya: Membimbing Proyek Lewat Langkah yang Terstruktur

Scrum bukan hanya framework yang bagus, tapi juga mudah diterapkan. Di Flexi School, kami menyederhanakan Scrum agar bisa digunakan oleh siswa SMP dan SMA, baik yang baru pertama kali memulai proyek maupun yang sudah pernah.

Berikut adalah 8 langkah praktis yang bisa diikuti siswa dan fasilitator:

✅ Langkah 1: Temukan Proyek dari Minat

Sebelum memulai, ajak siswa menjawab:

  • Apa yang kamu suka?
  • Apa yang ingin kamu pelajari?
  • Masalah apa yang ingin kamu bantu selesaikan?

Gunakan kegiatan seperti: coaching minat, refleksi bakat, kuis minat, atau eksplorasi terbuka. Ini bisa juga lanjutan dari materi pelajaran tentang Design Thinking. Proyek bisa sangat beragam:

  • Membuat dokumenter pendek
  • Mendesain produk daur ulang
  • Menulis dan menerbitkan zine
  • Membuka usaha kecil
  • Membuat buku cerita untuk anak-anak

✅ Langkah 2: Tentukan Product Goal

Tentukan tujuan utama proyek. Goal ini harus:

  • Jelas dan dapat dicapai
  • Menarik dan bermakna bagi siswa
  • Mendorong kerja tim

Contoh:
🎯 “Menerbitkan 3 episode podcast tentang kesehatan mental remaja”
🎯 “Menghasilkan katalog produk ramah lingkungan dari barang bekas”

✅ Langkah 3: Susun Product Backlog

Bersama fasilitator, siswa menuliskan semua langkah dan tugas yang dibutuhkan. Buat seolah sedang merencanakan pesta besar:

  • Riset → wawancara → naskah → rekaman → promosi
  • Sketsa → prototipe → produksi → uji coba → dokumentasi

Gunakan sticky notes, papan tulis, Notion, Trello, atau bahkan buku tulis. Ini juga perlu berkesinambungan dengan program Journaling siswa.

✅ Langkah 4: Pilih Tugas Sprint Mingguan (Sprint Planning)

Di awal minggu, siswa memilih tugas mana yang ingin diselesaikan minggu itu. Tidak usah terlalu banyak. Lebih baik sedikit tapi selesai, daripada banyak tapi bingung.

Tips:

  • Pilih tugas yang konkret dan bisa selesai dalam 5 hari
  • Tentukan siapa yang mengerjakan apa
  • Perkirakan kesulitan (gunakan skala sederhana atau emoji)

✅ Langkah 5: Mulai Bekerja dan Lakukan Daily Scrum/ Check-in

Setiap hari, tim melakukan check-in. Bisa dilakukan:

  • Bersama fasilitator sebelum belajar
  • Di akhir sesi proyek
  • Secara mandiri dengan template harian

3 pertanyaan yang selalu ditanyakan:

  1. Apa yang sudah aku kerjakan sebelumnya?
  2. Apa yang akan kukerjakan?
  3. Apa yang jadi hambatanku?

Tujuannya agar semua tahu posisi masing-masing dan bisa saling bantu.

✅ Langkah 6: Tampilkan Progres di Sprint Review

Di akhir minggu (Tergantung kondisi), tim mempresentasikan apa yang sudah dikerjakan. Tidak harus selesai total, tapi cukup untuk diuji dan diberi masukan. Siapa yang bisa memberi review?

  • Teman satu sekolah
  • Fasilitator atau mentor
  • Orang tua
  • Ahli tamu

Gunakan format yang sederhana:

  • Tampilan layar
  • Poster hasil
  • Video
  • Uji coba langsung

✅ Langkah 7: Lakukan Sprint Retrospective

Setelah review, saatnya refleksi:

  • Apa yang menyenangkan minggu ini?
  • Apa yang bikin kita terhambat?
  • Apa yang ingin kita coba minggu depan?

Gunakan metode seperti:

  • Bintang (yang menyenangkan) dan emoticon (yang bikin berat)
  • 2 Hal yang Baik – 1 Hal yang Ingin Diperbaiki
  • Menulis anonim di sticky note
  • Bisa dengan bercerita di buku jurnal pribadi

✅ Langkah 8: Ulangi Sprint Minggu Berikutnya

Scrum adalah proses berulang. Setiap Sprint membuat proyek bergerak selangkah lebih maju. Setelah beberapa Sprint, proyek akan:

  • Lebih tajam dan fokus
  • Lebih matang dan teruji
  • Siap ditampilkan dalam Project Exhibition Flexi School

🎯 Kunci Sukses di Setiap Langkah:

  • Fokus pada proses, bukan hanya hasil
  • Tidak takut gagal: semua Sprint adalah eksperimen
  • Saling bantu dan saling belajar
  • Lakukan refleksi secara konsisten
  • Jaga komunikasi terbuka antar siswa, fasilitator, dan orang tua

Bagian 7: Contoh Proyek Minat Bakat Siswa (SMP & SMA)

Dari Minat Menjadi Karya, Dari Gagasan Menjadi Dampak

Salah satu keunggulan Scrum di Flexi School adalah bahwa proses belajar tidak berhenti di ruang kelas, tapi hidup melalui proyek nyata yang sesuai dengan minat siswa. Dengan Scrum, setiap langkah dalam proyek dipecah menjadi bagian kecil, dievaluasi secara berkala, dan diperbaiki secara reflektif.

Berikut ini dua contoh proyek dengan menggunakan framework Scrum:

🎧 Proyek 1: Podcast Remaja – “Suaraku, Suaramu”

Minat: Komunikasi, media digital, isu psikologi remaja
Tujuan (Product Goal): Membuat dan menerbitkan 3 episode podcast bertema kesehatan mental remaja

Product Backlog:

  • Riset tema yang relevan (toxic friendship, burnout, overthinking)
  • Observasi narasumber dari sekitar
  • Menulis skrip untuk tiap episode
  • Latihan public speaking
  • Merekam dan mengedit audio
  • Membuat desain sampul podcast
  • Mengunggah ke Spotify
  • Promosi di media sosial

Sprint Plan:

Sprint KeFokusOutput
1Riset dan menulis skrip episode 1Skrip siap rekam
2Rekaman dan editingAudio episode 1
3Produksi episode 2 dan evaluasi suaraEpisode 2 selesai
4Finalisasi episode 3 + promosi3 episode tayang, akun Spotify aktif

Daily Scrum:

Setiap pagi sebelum belajar:

“Hari ini aku mau latihan membaca naskah. Tapi kemarin belum selesai edit, mohon bantuan review ya.”

Sprint Review:

Menampilkan audio ke fasilitator dan teman, menerima masukan teknis dan gaya berbicara.

Sprint Retrospective:

“Kita terlalu lama diskusi tema, jadi kurang waktu edit. Minggu depan harus lebih tegas bagi tugas.”

🛍️ Proyek 2: Bisnis Daur Ulang – “Rekreasi dari Sampah”

Minat: Kewirausahaan, desain, lingkungan hidup
Tujuan (Product Goal): Membuat dan menjual 10 produk kreatif dari barang bekas selama 1 bulan

Product Backlog:

  • Riset produk kreatif dari sampah (YouTube, Pinterest)
  • Kunjungan ke bank sampah
  • Menyusun ide & desain produk (dompet dari bungkus kopi, pot dari botol)
  • Prototyping dan uji coba kekuatan produk
  • Pricing dan perhitungan modal
  • Foto produk dan branding
  • Penjualan via bazar dan media sosial

Sprint Plan:

Sprint KeFokusOutput
1Riset dan desain produkSketsa produk siap coba
2Produksi batch pertama5 produk uji coba
3Produksi massal dan foto10 produk jadi
4Promosi dan penjualanProduk terjual, catatan transaksi dibuat

Sprint Review:

Pameran mini di sekolah, dibuka untuk fasil, tutor atau siswa lain beda kelas.

Sprint Retrospective:

“Produk dompet banyak peminat, tapi harga kurang cocok. Minggu depan kita coba buat versi hemat.”

Ciri Proyek yang Sukses Bukan Hanya dari Hasil

Scrum mendorong siswa untuk melihat proyek sebagai proses bertumbuh. Proyek dianggap sukses jika:

  • Siswa mampu menjelaskan alasan memilih proyek
  • Tim berfungsi dengan sehat dan kolaboratif
  • Ada review dan perbaikan di tiap Sprint
  • Hasil akhir dipublikasikan atau dipamerkan
  • Ada refleksi pribadi dan tim

Jenis Proyek Minat Lain yang Cocok dengan Scrum di Flexi School:

  • Membuat video dokumenter sosial
  • Merancang media pembelajaran untuk anak-anak
  • Membangun komunitas belajar online
  • Membuat alat teknologi sederhana (Arduino, IoT)
  • Menulis cerpen dan menerbitkannya sebagai zine
  • Kampanye sosial melalui desain grafis atau film pendek

Bagian 8: Standar & Indikator Keberhasilan Proyek Scrum Siswa

Bukan Sekadar Jadi, Tapi Bertumbuh Lewat Proyek

Dalam Scrum, kesuksesan proyek tidak diukur hanya dari produk akhir, tapi dari bagaimana proses itu dijalani dengan kesadaran, nilai, dan refleksi. Seorang siswa bisa saja gagal menjual produknya, tetapi jika ia tumbuh dalam keterampilan komunikasi, kolaborasi, dan refleksi. Maka proyeknya berhasil sebagai bagian dari pendidikan.

Untuk itu, Flexi School menggunakan pendekatan penilaian yang lebih holistik dan berbasis nilai Scrum, bukan sekadar hasil PBL konvensional.

✅ Prinsip Penilaian dalam Scrum Sekolah:

  1. Berbasis Proses dan Progres
    • Tidak hanya dinilai dari hasil akhir, tapi juga perjalanan Sprint demi Sprint
    • Ada perubahan nyata dari minggu ke minggu
  2. Menghidupkan Nilai Scrum
    • Siswa menunjukkan Komitmen, Fokus, Keterbukaan, Saling Menghargai, dan Keberanian dalam kerja tim dan refleksi
  3. Tervalidasi oleh Review
    • Hasil kerja diuji melalui Sprint Review (oleh teman, fasilitator, publik)
    • Ada umpan balik nyata, bukan sekadar “nilai”
  4. Menghasilkan Karya yang Layak Tayang
    • Produk tidak harus sempurna, tapi layak ditampilkan, didengar, dibaca, atau digunakan
    • Ada publikasi, eksibisi, atau pengguna nyata
  5. Ada Refleksi Pribadi dan Tim
    • Siswa menyadari apa yang mereka pelajari, dan bisa mengungkapkan perubahannya

🎯 Indikator Keberhasilan Proyek Scrum Siswa

Berikut adalah indikator praktis yang digunakan oleh fasilitator Flexi School dalam menilai proyek berbasis Scrum:

AspekIndikator Utama
1. Komitmen dan KonsistensiSiswa hadir di check-in harian, menyelesaikan Sprint sesuai rencana, tidak sering mangkir tanpa alasan
2. Kolaborasi TimTerjadi pembagian peran yang adil, saling bantu, diskusi aktif, tidak dominasi sepihak
3. Refleksi dan PerbaikanAda retrospektif mingguan, siswa mampu mengenali kekuatan dan tantangan, rencana perbaikan dilaksanakan
4. Kualitas Produk SprintSetiap Sprint menghasilkan output yang konkret, bisa diuji atau direview, bukan hanya “proses” kosong
5. Respons Terhadap Umpan BalikTim menerima masukan dengan terbuka, memperbaiki tanpa menyalahkan, mencatat perubahan
6. Presentasi/Pameran AkhirProduk dapat disampaikan dengan baik (pameran, podcast, eksibisi, platform online, dll.) dan ada narasi perjalanan proyek
7. Dampak terhadap Diri dan Orang LainSiswa mengalami perkembangan diri yang bisa dirasakan (lebih percaya diri, lebih terorganisir, lebih reflektif)

✍️ Format Refleksi Proyek (di akhir Proyek)

Untuk memperkuat pemaknaan siswa, digunakan lembar refleksi berikut:

1. Apa bagian terbaik dari proyek ini bagiku?
2. Apa tantangan terberat yang kuhadapi? Bagaimana aku menghadapinya?
3. Nilai Scrum apa yang paling aku pelajari dan alami?
4. Kalau aku memulai ulang proyek ini, apa yang akan kulakukan berbeda?
5. Apa dampak proyek ini terhadapku atau orang lain?

📌 Catatan untuk Fasilitator:

  • Hindari menilai seperti “guru” penilai tugas. Jadilah mentor pertumbuhan.
  • Libatkan siswa dalam menilai dirinya dan timnya.
  • Biarkan review dan refleksi menjadi bagian rutin yang menyenangkan.
  • Jangan membandingkan proyek siswa antar kelompok, karena setiap proyek punya jiwa dan ritme sendiri.

Bagian 9: Panduan Peran Fasilitator, Tutor, dan Orang Tua

Menemani Tanpa Mengendalikan, Membimbing Tanpa Menghakimi

Salah satu kekuatan utama dari pendekatan Scrum di Flexi School adalah keterlibatan sehat antara anak dan pendamping dewasa: fasilitator, tutor, maupun orang tua. Namun tantangannya juga besar, banyak orang tua atau guru terbiasa memberi instruksi langsung, menilai cepat, atau bahkan menggantikan peran anak demi “hasil terbaik”.

Dalam Scrum, kita justru ingin anak:

  • Menemukan jalannya sendiri
  • Belajar dari kesalahan secara sadar
  • Tumbuh dalam proses nyata, bukan dipoles dari luar

🎓 A. Peran Fasilitator di Sekolah

Fasilitator adalah seperti “Product Owner” sekaligus pelatih nilai-nilai hidup dalam proyek. Ia bukan “guru proyek”, tapi penjaga arah dan budaya tim.

Tugas Utama Fasilitator:

  1. Membantu menyusun Product Goal yang bermakna
  2. Mengarahkan, bukan menentukan
  3. Menjadi cermin bagi tim, bukan pengendali
  4. Memastikan nilai-nilai Scrum hidup di kelas
  5. Membantu refleksi dan review berjalan dengan jujur dan aman

Sikap Kunci:

  • Tidak buru-buru menyelamatkan saat anak kesulitan
  • Bertanya alih-alih menyuruh: “Menurut kalian apa solusi terbaik?”
  • Menjadi contoh keterbukaan dan keberanian

🧑‍🏫 B. Peran Tutor atau Mentor Khusus

Tutor (misalnya mentor public speaking, desain grafis, programming) adalah tenaga ahli yang mendukung dari sisi teknis. Dalam Scrum, tutor bukan pemegang proyek, tapi bagian dari ekosistem belajar.

Peran Tutor:

  1. Memberi masukan teknis saat dibutuhkan (atas permintaan siswa atau fasilitator)
  2. Menjadi penguji realistis saat Sprint Review
  3. Mendorong siswa bertanya dan mencoba, bukan sekadar meniru

Tips:

  • Hindari langsung memberi solusi lengkap
  • Tawarkan berbagai alternatif cara kerja, bukan satu “cara benar”
  • Puji proses, bukan hanya hasil

👪 C. Peran Orang Tua di Rumah

Orang tua sering ingin anaknya “berhasil”, tapi ukuran berhasil dalam Scrum berbeda dari nilai 100 atau piala. Scrum mengajak orang tua menyaksikan anak bertumbuh sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya sebagai siswa.

Peran Orang Tua:

  1. Menyediakan ruang dan waktu untuk anak mengerjakan proyek
  2. Menjadi pendengar saat anak cerita tentang tantangannya
  3. Tidak menilai atau membandingkan proyek anak dengan anak lain
  4. Memberi kepercayaan, bahwa anak bisa menyelesaikan jalannya sendiri

Hal yang Bisa Dilakukan:

  • Tanyakan, “Bagian apa yang paling menantang dari proyekmu minggu ini?”
  • Tawarkan bantuan hanya saat diminta
  • Rayakan proses, sekecil apa pun: dari skrip yang selesai, sampai keberanian tampil

🚫 Hindari Sikap Berikut:

Sikap UmumDampaknya
“Kamu harus bikin proyek yang keren, ya!”Tekanan, anak takut bereksperimen
“Biar Ibu bantuin bikin posternya.”Anak kehilangan rasa kepemilikan
“Kenapa kamu kalah dari tim lain?”Anak belajar membandingkan, bukan berkembang
“Proyek ini buang-buang waktu.”Anak kehilangan semangat dan makna belajar

✅ Ingat: Anak Belajar Bukan untuk Menghibur Kita, Tapi untuk Menemukan Dirinya

Dengan dukungan yang tepat, Scrum bukan hanya membentuk proyek, tapi juga membentuk jati diri, keberanian, dan kecintaan belajar dalam diri anak.

Fasilitator menyalakan arah, tutor membimbing keterampilan, dan orang tua menjaga ruang tumbuh yang aman.


Bagian 10: Penutup

Scrum Bukan Miniatur Dunia Kerja, Tapi Dunia Belajar yang Hidup

Banyak pendekatan pendidikan yang membawa logika dunia kerja ke dalam ruang kelas: deadline, target, performa, kompetisi. Namun, Scrum yang diterapkan di Flexi School bukan sekadar meniru industri, melainkan membangun ekosistem belajar yang sehat, fleksibel, dan manusiawi.Yang justru membuat anak-anak siap menghadapi dunia nyata dengan nilai-nilai yang kokoh.

Scrum untuk siswa bukan tentang menghasilkan produk terbaik, melainkan:

  • Menumbuhkan keberanian untuk mencoba
  • Menyediakan ruang untuk gagal dan belajar
  • Membiasakan refleksi, bukan hanya evaluasi
  • Menjadikan kerja tim sebagai proses saling mendewasakan

Scrum dalam Dunia Pendidikan Adalah…

✅ Tempat Anak Menemukan Suara dan Arahnya

Di dalam proyek minat, anak belajar menjawab pertanyaan mendasar:

“Aku ingin menciptakan apa?”
“Apa yang penting bagiku?”
“Apa dampakku bagi sekitar?”

✅ Proses Hidup yang Terbuka dan Organik

Setiap Sprint adalah peluang untuk memperbaiki dan memperdalam, bukan sekadar menyelesaikan.

✅ Ruang Bertumbuh Bersama

Scrum memberi pengalaman nyata tentang kerja tim: saling mendengarkan, berbeda pendapat dengan sehat, merayakan keberhasilan bersama.

🔁 Scrum adalah Cermin Pendidikan Holistik

Melalui proyek Scrum, anak tidak hanya belajar:

  • Kognitif: menyusun ide, memecahkan masalah
  • Afektif: mengenali emosi, menyuarakan pikiran, menerima masukan
  • Motorik: menggerakkan proyek dari rencana ke karya nyata

Mereka tidak sekadar belajar “tentang kehidupan”, tapi mengalami langsung kehidupan dalam versi kecil yang aman, penuh makna, dan reflektif.

🌱 Akhir dari Panduan Ini, Adalah Awal Perjalanan Mereka

Panduan ini bukan buku teori. Ini adalah kompas kerja nyata bagi siswa, fasilitator, tutor, dan orang tua yang percaya bahwa belajar bukan hanya hafalan, nilai, dan rapor tapi juga tentang:

  • Menemukan siapa diri kita
  • Merasakan kegagalan dan bangkit
  • Merayakan proses bersama

Karena ketika anak-anak diberi ruang, struktur, dan kepercayaan. Mereka tak hanya bisa membuat proyek hebat. Mereka bisa menjadi manusia yang utuh.

Popular Post

Leave a Comment